Blog ini saya dedikasikan untuk semua orang yang sedang membutuhkan puisi. Silahkan dilihat, dinikmati dan diresapi...
Jangan lupa kasih comment ya....

Sunday, January 24, 2010

Kumpulan Puisi III

Musim gugur

Gugur daun berjatuhan
Tiada lebah berdengung menghisap madu
Dingin menusuk tulang
Tak sedingin salju pertengahan musim gugur

Musim gugur berlalu
Tapi dingin membenalu
Tiada tubuh pantai berlalu
Membelenggu tiap sudut pijakku

Riang hatiku musim gugur berlalu
Salju menggunung di segitiga naungku
Bintang Jatuh

Aku jelmaan bintang jatuh
Jika bersedih aku tak berarti
Jika bahagia sekelilingku gembira

Aku tak bisa kembali ke langit
Disana aku bisa mati terhimpit

Aku jelmaan bintang kejora
Dengan api membara
Dapat kubakar penjuru dunia
Hingga tikuspun tak tersisa


Gangga

Gangga, airmu suci umat hindu
Meski ribuan bertaburan mewarnamu
Bahkan baumu tak sewangi dulu
Ketika tiada percaya itu

Gangga, kau tetap minuman umatmu
Meski kolera, desentri tercampur dalam darahmu

Tapi tak kau tulari mereka
Tak kau jangkiti mereka

Keruh airmu tak sekeruh hati hilirmu

Meski tak mampu dicerna nalar
Gangga tempat suci bagi umatmu


Alamku Kaya

Perjalanan yang melandai
Disambut ribuan kicau burung dalam sangkar
Melirik dan berandai-andai
Kekayaan alam begitu kekar

Ikan warna-warni seperti terbang
Dari jelentik sampai sebesar akar bakau karang

Puas rasa hati meski tak beli
Kadang pula geli melihat ngerat dan ular berkelahi

Manusia makhluk mulia
Tentu tahu cara membudidaya
Agar mereka tetap terjaga
Agar kita masih dapat menikmati nyanyian mereka



Sajak Rumput Liar

Satu anak rumput liar
Bernyanyi di tengah padang rumput
Patah bukan terpaan angin
Roboh bukan hantaman musim

Aku tak berkata ia tiada
Meski gelap kian merata

Penat memikul tempatnya berpijak
Andai bisa kuhempaskan sejenak
Semakin berat
Seberat besi tak berkarat

Dasar rumput liar
Tiada gentar asal tak tercabut akar
Meski tumit menjejalkanku pada mulut bumi
Aku tak kan mati semudah semut api

Bumi itu temanku
Bumi tak kan sanggup menelanku

Tapi aku tak sanggup menjaga bumi
Bumi yang perlahan ditinggal peduli dan sekarat teracuni


Pekerja Burung

Dentang jam kerja burung
Bahkan sebelum itu
Bahasamu termenung

Ketika matahari dapt kau intip dari ketiak
Kau hidupi kehidupan lain selain hidupmu
Ketika matahari membakar ubun
Tak jua kau peduli ribuan panah api
Menghujan menghitamkan darah bahkan putih nanah

Betapa beban
Punggungmu pungguk sapi karapan
Tak dihargai waktu

Namun laut yang menetes dari pelipis matamu
Tertadah wujud yang tak mampu dicerna akal

Dan ketika kau menghadap senja
Sunyi kembali tiupan angin

No comments:

Post a Comment